Pertanyaan:
sy
menikah dgn wna. kita punya usaha dagang, dlm usaha salah satunya kami
menjual daging babi tp cm untuk dijual ke nonmuslim, awalnya sy
keberatan, jujur sampai sekarang juga keberatan tp disitulah
penghasilannya yg lebih. Berdosakah saya ustadz? Sy melakukan karena
ingin bantu suami. Insya allah sebisa mungkin sy menjaga ibadah sy tp
saya merasa ada yg menjanggal dihati saya karena najis tersebut.
Mohon nasehatnya.
Dari: Tee Comans
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Berikut beberapa dalil untuk menyimpulkan jawaban dari pertanyaan di atas,
Pertama,
seluruh kaum muslimin yang sadar dengan agamanya sepakat bahwa babi
adalah haram. Sekalipun ada beberapa orang yang tidak bisa menyebutkan
dalilnya di luar kepala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memberikan satu kaidah baku terkait barang haram. Dalam sebuah hadis
dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
”Sesungguhnya
apabila Allah mengharamkan sesuatu, Dia juga mengharamkan hasil dari
penjualan sesuatu itu.” (HR. Ahmad 2221, Abu Daud 3488, Ibn Hibban 4938
dan yang lainnya).
Hadis di atas, memiliki sababul qurud, seperti
yang diceritakan oleh Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Fathu Mekah, beliau
berkhutbah,
«إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ
وَالْمَيْتَةَ، وَالْخِنْزِيرَ، وَالْأَصْنَامَ» فَقِيلَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا
السُّفُنُ، وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ، وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ،
فَقَالَ: «لَا هُوَ حَرَامٌ»، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: «قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ، إِنَّ
اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُومَهَا أَجْمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ
فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ»
“Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual
khamr, bangkai, babi, dan berhala.” Kemudian ada sahabat yang bertanya,
‘Wahai Rasulullah, bagaimana dengan lemak bangkai. Minyak ini biasanya
digunakan untuk meminyaki perahu, kulit hewan, dan digunakan untuk bahan
bakar lampu.’ Beliau bersabda, “Tidak boleh, itu haram.” kemudian Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan keadaan orang yahudi, “Allah
melaknat orang yahudi. Ketika Allah mengharamkan lemak binatang, mereka
cairkan (dengan dipanaskan sehingga keluar minyaknya), kemudian mereka
jual, dan mereka makan uang hasil penjualannya.” (HR. Bukhari 2236,
Muslim 1581, Abu Daud 3486, dan yang lainnya).
an-Nawawi (w. 676 H) mengatakan,
وأما
الميتة والخمر والخنزير : فأجمع المسلمون على تحريم بيع كل واحد منها .
قال القاضي : تضمن هذا الحديث أن ما لا يحل أكله والانتفاع به لا يجوز بيعه
, ولا يحل أكل ثمنه , كما في الشحوم المذكورة في الحديث
“Bangkai,
khamr, dan babi, kaum muslimin sepakat haram menjual salah satu
diantaranya. Al-Qadhi Iyadh mengatakan, ’Hadis ini mengandung pelajaran,
bahwa binatang yang tidak halal dimakan dan tidak halal dimanfaatkan,
tidak boleh diperjual belikan, dan tidak halal memakan uang hasil
penjualannya. Sebagaimana dalam kasus lemak yang disebutkan dalam hadis
tersbut.” (Syarh Shahih Muslim, 11/8).
Hadis ini pula yang menjadi
acuan Lembaga Fatwa Lajnah Daimah, ketika mendapatkan pertanyaan
tentang hukum memperdagangkan khamr dan babi, namun tidak dijual kepada
orang muslim.
Jawaban Lajnah Daimah
لا يجوز
المتاجرة فيما حرم الله من الأطعمة وغيرها ، كالخمور والخنزير ولو مع
الكفرة ؛ لما ثبت عنه صلى الله عليه وسلم أنه قال : ( إن الله إذا حرم شيئا
حرم ثمنه ) ..
“Tidak boleh memperdagangkan makanan atau benda
lainnya yang Allah haramkan. Seperti khamr, babi, meskipun kepada orang
kafir. Karena terdapat hadis shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ‘Sesungguhnya apabila Allah mengharamkan sesuatu, Dia juga
mengharamkan hasil dari penjualan sesuatu itu.” (Fatawa Lajnah Daimah,
13/15).
Memahami hal ini, ada konsekuensi yang harus dilakukan,
Pertama, bertaubat dan memohon ampun kepada Allah, karena telah melakukan transaksi yang terlarang.
Kedua,
membersihkan diri dari uang yang haram itu, dengan memberikannya kepada
orang miskin atau disumbangkan untuk kepentingan sarana umum.
Allahu a’lam
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Beliau pengasuh rubrik KonsultasiSyariah.com)
Anda bisa bergabung di Milis PM Fatwa untuk melakukan tanya jawab syariah [KLIK TAUTAN INI UNTUK BERGABUNG]